Senin, 28 Maret 2011

Penilaian Pembelajaran Matematika

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mutu pendidikan secara langsung terkait dengan kompetensi tenaga pengajar dalam hal ini guru. Beberapa kemampuan mengajar yang harus dimiliki guru, seperti yang diungkapkan oleh Sudjana (2000: 19), yakni (a) merencanakan program belajar mengajar; (b) melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar; (c) menilai kemajuan proses belajar mengajar; dan (d) menguasai bahan pelajaran.

Pentingnya peran guru dalam peningkatan mutu pendidikan juga diungkapkan oleh Gagne dan Briggs dalam Kusnadi (2006: 9), yang mengatakan bahwa “The teacher has a great deal to do in planning instructional”. Guru berfungsi penting dalam merancang, mengelola, dan mengevaluasi.

Seorang guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Fungsi mediator dan fasilitator dapat dijabarkan sebagai (1) Menyediakan pengalaman belajar bagi peserta didik; (2) Memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan peserta didik dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya; (3) Menyediakan sarana yang merangsang peserta didik berpikir secara produktif; (4) Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang mendukung proses belajar peserta didik. (5) Memonitor, mengevaluasi, menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan peserta didik itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru; dan (6) Guru membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan peserta didik (Watts & Pope, 1989).

Urgensi meningkatkan kemampuan mengajar guru salah satunya diarahkan pada kemampuan menilai kemajuan belajar mengajar. Menilai merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran, yang dilakukan oleh seorang guru untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar, dan penentuan kenaikan kelas. Melalui penilaian dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar peserta didik, guru, serta proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan informasi itu, dapat dibuat keputusan tentang pembelajaran, kesulitan peserta didik dan upaya bimbingan yang diperlukan serta keberadaan kurikulum itu sendiri.

Hasil belajar peserta didik dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah, yaitu: (1) Ranah kognitif (pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika-matematika), (2) Ranah afektif (sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional), dan (3) Ranah psikomotor (keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan musikal).

Guru perlu memahami pengertian dan tingkatan tiap Ranah serta bagaimana menerapkannya dalam proses belajar-mengajar dan penilaian. Perubahan paradigma pendidikan tidak hanya menuntut adanya perubahan dalam proses pembelajaran, tetapi juga termasuk perubahan dalam melaksanakan penilaian pembelajaran peserta didik. Dalam paradigma lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk) dan cenderung hanya menilai kemampuan aspek kognitif, yang kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes obyektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan psikomotorik kerapkali diabaikan.

Penilaian pembelajaran seharusnya beorientasi pada peningkatan kompetensi siswa. Penilaian dilakukan secara terus menerus, menggunakan alat ukur maupun teknik yang bervariasi, berbasis kinerja nyata siswa, tidak hanya ditujukan untuk mengukur tingkat kemampuan kognitif semata, tetapi mencakup seluruh aspek kepribadian peserta didik, seperti perkembangan moral, perkembangan emosional, perkembangan sosial dan aspek-aspek kepribadian individu lainnya. Demikian pula, penilaian tidak hanya bertumpu pada penilaian produk, tetapi juga mempertimbangkan segi proses.

1.2 Landasan Filosofi

“Matahari dan Bulan (beredar) menurut perhitungan dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan keduanya tunduk kepadanya. Dan Allah SWT telah meninggikan langit dan dia telah meletakan neraca (keadian) supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu dan tegakanlah timbangan itu dengan adil dan jangan mengurangi neraca itu’ (QS.Ar. Rahman : 5-9)

“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu menjadi orang-oarang yang merugikan “Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus” (QS.AS Syu’ra : 181-182)

“Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu kedalam islam secara keseluruhannya(kaffah) dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan sesungguhnya syaitan itu musuh nyata bagimu. (QS.Al Baqoroh : 208)

1. Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik agar prestasi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya, agar menjadi manusia Rahmatan Lil alamin. Pendididkn bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan kesatuan, organisasi, harmonis, guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan

2. Penilain merupakan bagian dari proses pendidikan yang dapat memacu dan memotivasi peserta didik untuk lebih berprestasi, meraih tingkat dan level yang setinggi-tingginya sesuai dengan potensi peserta didik. Potensi peserta didik sangat beragam sehingga sangat sulit untuk dapat secara tepat mengakomodasi kebutuhan setiap individu peserta didik dalam proses pendidikan.

3. Penilain yang dilkukan harus memiliki asas keadilan dan kesejahteraan serta objektivitas yang tinggi. Kedilan dalam penilaian berarti bahwa setiap peserta didik diperlukan sama sehingga penilaian itu tidak menguntungkan atau merugikan salasatu atau sekelompok peserta didik yang dinilai. Selain itu, penilaian harus adil dalam arti tidak membedakan latar belakang sosial ekonomi, budaya, bahasa dan jender.

4. Filsfat pendidikan Nasional adalah suatu system yang mengatur, yang menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri diatas landasan dan dijiwai oleh filsapat hidup bangsa, pancasila yang di abadikan demi kepentingan Bangsa dan Negara Indonesia.

1.3 Landasan Yuridis

Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003

Bab XVI Pasal 57 ayat 1 dan 2 menyatakan

1. Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan

2. Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.

Pada Bab XVI Pasal 58 ayat 1 dan 2

1. Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

2. Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah ditetapkan dalam bentuk pertanyaan “Bagaimana melakukan penilaian pembelajaran berbasis kompetensi pada pembelajaran matematika ?”

1.5 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisannya adalah untuk mengetahui penilaian pembelajaran berbasis kompetensi pada pembelajaran matematika.








BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Penilaian

Istilah pengukuran, penilaian, dan evaluasi, seringkali digunakan dalam dunia pendidikan. Ketiga kata tersebut memiliki persamaan, perbedaan, ataupun hubungan antara ketiganya. Untuk memahami apa persamaan, perbedaan, ataupun hubungan antara ketiganya, perhatikan contoh di bawah ini:

a. Apabila ada orang yang akan memberi sebatang pensil kepada kita, dan kita disuruh memilih antara kedua pensil yang tidak sama panjangnya, maka kita akan memilih yang panjang. Kita tidak akan memilih yang pendek, kecuali ada alasan yang sangat khusus.

b. Pasar merupakan suatu tempat bertemunya orang-orang yang akan menjual dan membeli barang-barang. Sebelum menentukan barang yang akan dibelinya, seorang pembeli akan memilih terlebih dahulu barang yang lebih ”baik” menurut ukurannya. Apabila ia ingin membeli jeruk, dipilihnya jeruk yang besar, kuning, kulitnya halus. Semuanya itu dipertimbangkan karena menurut pengalaman sebelumnya, jenis jeruk-jeruk yang demikian ini rasanya akan manis. Sedangkan jeruk yang masih kecil, hijau dan kulitnya agak kasar, biasanya masam rasanya.

Dari contoh di atas dapat kita simpulkan bahwa sebelum menentukan pilihan, kita mengadakan penilaian terhadap benda-benda yang akan kita pilih. Dalam contoh pertama kita memilih mana pensil yang lebih panjang, sedangkan dalam contoh kedua kita menentukan dengan perkiraan kita atas jeruk yang baik, yaitu rasanya manis.

Untuk dapat mengadakan penilaian, kita mengadakan pengukuran terlebih dahulu. Jika ada penggaris, maka sebelum menentukan mana pensil yang lebih panjang, kita ukur dahulu kedua pensil tersebut. Dan setelah mengetahui berapa panjang masing-masing pensil itu, kita mengadakan penilaian dengan membandingkan panjang antara kedua pensil tersebut. Mana pensil yang panjang, itulah yang kita ambil. Untuk menentukan penilaian mana jeruk yang manis, kita tidak menggunakan ukuran manis, tetapi menggunakan ukuran besar, kuning, dan halus kulitnya. Ukuran ini tidak mempunyai wujud seperti penggaris, tetapi diperoleh berdasarkan pengalaman. Sebenarnya kita juga mengukur, yakni membandingkan jeruk-jeruk yang ada dengan ukuran tertentu. Setelah itu kita menilai, menentukan pilihan mana jeruk yang paling memenuhi ukuran, itulah yang kita ambil.

Dengan demikian kita mengenal dua macam ukuran, yakni ukuran yang terstandar (meter, kilogram, takaran, dan sebagainya) dan ukuran tidak terstandar (depa, jengkal, langkah, dan sebagainya), serta ukuran perkiraan berdasarkan hasil pengalamannya (jeruk manis adalah yang kuning, besar, dan halus kulitnya). Dua langkah kegiatan yang dilalui sebelum mengambil barang untuk kita, itulah yang disebut mengadakan evaluasi, yakni mengukur dan menilai. Kita tidak dapat mengadakan penilaian sebelum kita mengadakan pengukuran.

Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif. Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif.

Menurut Mahrens penilaian adalah suatu pertimbangn professional atau proses yang memungkinkan seseorang untuk membuat suatu pertimbangan mengenai nilai sesuatu. Sedangkan Hamalik (1995: 159) mengatakan bahwa penilaian adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran, dan pertimbangan untuk membuat hasil keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya memcapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Menurut Griffin & Nix 1991 penilain adalah istilah umum yang mencakup semua metode yang biasa di gunakan untuk kerja individu atau kelompok peserta didik. Prorses penilain mencakup pengumpulan bukti yang menunjukan pencapain peserta didik. Penilain merupakan suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu. Menurut Dr Hari, penilaian adalah pengukuran kompetensi ( kepemilikan pengetahuan, implementatif, diamalkan dengan amal shaleh yang ilmiah) yang harus terintegrasi dari tiga ranah :

Ø Kognitif (Ilmu/ucapan/verbal performance)

Ø Domain Afektif (Iman/Sikap/tekad/attitude performance)

Ø Fsikomotor (Amal/Tindakan/lampah/physical performance)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian merupakan penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik.Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka).

Dalam dunia pendidikan, khususnya dunia persekolahan, penilaian mempunyai makna ditinjau dari berbagai segi :

a. Makna bagi peserta didik

Dengan diadakannya penilaian, maka peserta didik dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Hasil yang diperoleh peserta didik ada dua kemungkinan:

1) Memuaskan

Jika peserta didik memperoleh hasil yang memuaskan, tentu kepuasan itu ingin diperoleh lagi pada kesempatan lain waktu. Peserta didik akan mempunyai motivasi yang cukup besar untuk belajar lebih giat, agar lain kali mendapat hasil yang lebih memuaskan lagi.

2) Tidak memuaskan

Jika peserta didik tidak puas dengan hasil yang diperoleh, ia akan berusaha agar lain kali keadaan itu tidak terulang lagi. Maka ia lalu belajar giat. Namun keadaan sebaliknya dapat terjadi, peserta didik akan menjadi putus asa dengan hasil yang kurang memuaskan.

b. Makna bagi guru

1) Dengan hasil penilaian yang diperoleh, guru akan dapat mengetahui peserta didik mana yang sudah berhak melanjutkan pelajarannya karena sudah berhasil menguasai bahan, maupun mengetahui peserta didik yang belum berhasil menguasai bahan. Dengan petunjuk ini guru dapat lebih memusatkan perhatiannya kepada peserta didik yang belum berhasil.

2) Guru akan mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah tepat bagi peserta didik sehingga untuk memberikan pengajaran di waktu yang akan datang tidak perlu diadakan perubahan.

3) Guru akan mengetahui apakah metode yang digunakan sudah tepat atau belum. Jika sebagian besar peserta didik memperoleh angka jelek, mungkin hal ini disebabkan oleh pendekatan atau metode yang kurang tepat. Apabila demikian, maka guru harus mencoba mencari metode atau pendekatan lain yang lebih tepat.

2.2 Tujuan Penilaian

Minimal terdapat enam tujuan penilaian dalam kaitannya dengan belajar mengajar (Sukardi, 2008: 9), yakni:

a. Menilai ketercapaian tujuan. Ada keterkaitan antara tujuan belajar, metode penilaian, dan cara belajar peserta didik. Cara penilaian biasanya akan menentukan cara belajar peserta didik, sebaliknya tujuan evaluasi akan menentukan metode evaluasi yang digunakan oleh peserta didik.

b. Mengukur macam-macam aspek belajar yang bervariasi. Belajar dikategorikan sebagai kognitif, psikomotoris, dan afektif. Batasan tersebut umumnya dieksplisitkan sebagai pengetahuan, keterampilan dan sikap/nilai. Semua tipe belajar sebaiknya dievaluasi dalam proporsi yang tepat.

c. Sebagai sarana untuk mengetahui apa yang peserta didik telah ketahui. Setiap peserta didik masuk kelas dengan membawa pengalamannya masing-masing, serta karakteristiknya. Guru perlu mengetahui keadaan peserta didiknya agar guru dapat berangkat dari pengalaman peserta didik yang beragam dalam memulai pembelajarannhya. Guru perlu mengetahui dan memperhatikan kekuatan, kelemahan dan minat peserta didik sehingga mereka termotivasi untuk belajar atas dasar apa yang telah mereka miliki dan mereka butuhkan.

d. Memotivasi belajar peserta didik. Penilaian juga harus dapat memotivasi belajar peserta didik. Guru harus menguasai bermacam-macam teknik memotivasi peserta didik.Hasil penilaian akan menstimulasi tindakan peserta didik. Dengan merencanakan secara sistematik sejak pretes sampai ke postes, guru dapat membangkitkan semangat peserta didik untuk tekun belajar secara kontinu.

e. Menyediakan informasi untuk tujuan bimbingan dan konseling. Informasi diperlukan jika bimbingan dan konseling yang efektif diperlukan, informasi yang berkaitan dengan problem pribadi seperti data kemampuan, kualitas pribadi, kemampuan bersosialisasi dan skor hasil belajar.

f. Menjadikan hasil evaluasi dan penilaian sebagai dasar perubahan kurikulum. Hasil evaluasi peserta didik, pengalaman kerja peserta didik, analisis kebutuhan masyarakat, dan analisis pekerjaan merupakan teknik konvensional yang sering digunakan untuk mengubah kurikulum.

2.3 Fungsi Penilaian

Fungsi penilaian adalah memberi gambaran mengenai sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat (orang tua murid) atau pengambil keputusan (guru, kepala sekolah, pengawas, kepala dinas, dan lain-lain). Gambaran itu dapat diperoleh melalui tes, non-tes, pengamatan, dan lain-lain. Seorang guru yang telah memberi nilai 6 kepada seorang peserta didik dalam matematika misalnya, mempunyai informasi tentang anak itu dalam matematika yang diperlukan oleh orang tuanya, guru itu sendiri, atau kepala sekolah. Begitu pula bila seorang guru mengatakan bahwa anak itu cukup rajin, penilaian guru itu merupakan gambaran tentang kerajinan anak yang diperlukan oleh orang tuanya atau pengambil keputusan.

Nilai-nilai itu, oleh orang tua peserta didik dapat dipakai alasan untuk menyuruh anaknya lebih rajin belajar. Begitu pula nilai-nilai itu oleh guru, kepala sekolah, atau pengambil keputusan dapat dipakai untuk memutuskan naik kelas atau tidak, mengulangi pelajaran atau melanjutkan, sebaiknya didudukkan di kelas berapa, dan sebagainya. Hal itu tergantung dari macamnya penilaian, penilaian penempatan, formatif, diagnostik, sumatif, dan lain-lain.

Bila penilaian itu mengenai penilaian penempatan, maka hasilnya akan berperan sebagai petunjuk, sebaiknya di tingkat mana anak itu duduk. Mengenai hal ini, yang berkepentingan adalah guru atau kepala sekolah. Berdasarkan hasilnya, guru atau kepala sekolah akan mengetahui pengetahuan siap yang peserta didik miliki, baik yang berupa pengetahuan maupun yang berupa kemampuan.

Bila penilaian yang dilakukan itu penilaian formatif, maka penilaian itu merupakan penilaian terus-menerus untuk memonitor keberhasilan peserta didik belajar selama pengajaran berjalan. Jadi fungsinya adalah sebagai umpan balik bagi guru dan peserta didik itu sendiri mengenai keberhasilan dan kegagalan peserta didik dalam belajar. Umpan balik bagi peserta didik adalah untuk melakukan perbaikan seperlunya mengenai kekeliruan dan penguatan bagi bagian-bagian yang berhasil. Umpan balik bagi guru adalah untuk membuat perbaikan dan catatan pembuatan pengajaran remidial baik bagi kelompok maupun perorangan. Dalam memonitor keberhasilan peserta didik belajar, penilaian melalui observasi pun dilakukan. Dibandingkan dengan tes pada penilaian penempatan, tes pada penilaian formatif adalah penguasan.

Bila penilaian yang dilakukan adalah penilaian diagnostik, maka penilaian itu mengandung pengungkapan kesukaran permanen pada peserta didik yang tidak bisa terpecahkan oleh tes formatifnya. Kesukaran belajarnya, mungkin menyangkut faktor-faktor non-akademik seperti faktor psikologi dan atau sosial. Karena itu penilaian diagnostik akan lebih menyeluruh dan lebih mendalam. Tentu saja selain tes diagnostik, pengamatan melalui observasi pun dilakukan.

Bila penilaian yang dilakukan itu penilaian sumatif, maka perannya adalah untuk melihat apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai atau belum. Pencapaian tujuan pengajaran oleh peserta didik adalah sebagai hasil belajar yang diharapkan. Penguasaan tersebut, biasanya dinyatakan dengan suatu nilai, berupa nilai kumulatif dari berbagai kegiatan, seperti tes, kegiatan praktikum, laporan lisan, dan karya tulis.

2.4 Prinsip Penilaian

Penilaian hasil belajar peserta didik didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.

b. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.

c. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.

d. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.

e. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.

f. Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.

g. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.

h. Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.

i. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya

2.5 Teknik dan Instrumen Penilaian

Penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai teknik yakni :

a. Teknik tes berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja.

b. Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan/atau di luar kegiatan pembelajaran.

c. Teknik penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat berbentuk tugas rumah dan/atau proyek.

Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan pendidik memenuhi persyaratan (a) substansi, adalah merepresentasikan kompetensi yang dinilai, (b) konstruksi, adalah memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan, dan (c) bahasa, adalah menggunakan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik.

2.6 Penilaian Hasil Belajar Matematika

Penilaian hasil belajar bertujuan untuk memperoleh informasi tentang pengetahuan yang dipahami, keterampilan yang dikuasai, dan sikap yang dimiliki peserta didik sebagai hasil suatu program pembelajaran. Oleh karena itu penilaian hasil belajar disamping untuk mengetahui prestasi belajar peserta didik, sekaligus mengetahui keberhasilan program pendidikan yang dilaksanakan. Dalam program pendidikan, penilaian hasil belajar dilakukan secara bertahap, yaitu: (1) ulangan harian, (2) ulangan tengah semester, (3) ulangan akhir semester, (4) ulangan kenaikan kelas, (5) ujian akhir sekolah, dan (6) ujian nasional. Masing-masing tahap penilaian itu mempunyai tujuan dan cakupan yang berbeda, seperti dapat dilihat pada tabel berikut ini.

No.

Tahap Penilaian

Tujuan Penilaian

Cakupan Penilaian

Waktu Pelaksanaan

Bentuk Tes

1.

Ulangan Harian

Mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu Kompetensi Dasar (KD) atau lebih.

Kompetensi Dasar yang sesuai

Setelah selesai satu KD atau lebih

Uraian

2.

Ulangan Tengah Semester

Mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan minggu kegiatan pembelajaran

Pencapaian seluruh KD pada periode tersebut

Pertengahan Semester

Uraian Objektif

3.

Ulangan Akhir Semester

Mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester. Penentuan nilai rapor.

Pencapaian seluruh KD pada periode tersebut

Akhir Semester

Uraian Objektif

4.

Ulangan Kenaikan Kelas

Mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester genap. Penentuan rapor semester genap dan kenaikan kelas.

Pencapaian seluruh KD pada periode tersebut

Akhir Tahun Pelajaran

Uraian Objektif

Tabel 1 Tahap-tahap Penilaian Hasil Belajar

Tujuan pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu menggunakan atau menerapkan matematika yang dipelajari untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, belajar matematika lebih lanjut dan belajar pengetahuan lain. Tujuan itu dapat tercapai bila kompetensi siswa dibina dengan baik.

Kompetensi siswa dalam belajar matematika (selajutnya disebut kompetensi matematika siswa) meliputi :

a. Memahami konsep matematika yang dipelajari

b. Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan symbol-simbol atau model matematika

c. Mampu menggunakan penalaran pada pola, sifat, atau melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

d. Menunjukkan kemampuan strategic dalam membuat atau merumuskan, menapsirkan dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan

2.7 Kompetensi

Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak yang bersifat dinamis, berkembang, dan dapat diraih setiap waktu. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus-menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap-sikap dasar dalam melakukan sesuatu. Kebiasaan berpikir dan bertindak itu didasari oleh budi pekerti luhur baik dalam kehidupan pribadi, sosial,kemasyarakatan, keber-agama-an, dan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Gordon (1988 : 109) menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut :

a. Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif.

b. Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif.

c. Kemampuan (skill), yaitu sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya.

d. Nilai (value), yaitu suatu standar perilaku yang diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang.

e. Sikap (attitude), yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar.

f. Minat (interest), yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan.

2.8 Ranah Penilaian Pembelajaran Matematika (Kognitif, Afektif, Psikomotor)

Penilaian terhadap pencapaian kompetensi siswa mencakup penilaian pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Penilaian pembelajaran pada ranah kognitif umumnya dilakukan dengan tes tertulis. Kemampuan kognitif yang dipelajari siswa dalam belajar matematika tidak dapat terlepas dari kemampuan psikomotor dan afektifnya.

Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar matematika. Secara teknis penilaian ranah afektif dilakukan melalui pengamatan sistematis oleh guru terhadap sikap siswa.

Kompetensi siswa dalam ranah psikomotor menyangkut gerak otot kecil kemampuan psikomotor yang dibina dalam belajar matematika misalnya berkaitan dengan kemampuan mengukur (dengan satuan tertentu, baik satuan baku maupun tidak baku), menggambar bentuk-bentuk geometri (bangun datar, bangun ruang, garis, sudut, dan lain-lain) dengan menggunakan alat (misalnya penggaris, jangka, busur derajat dan lain-lain), atau tanpa alat. Kemampuan psikomotor yang dipelajari siswa dalam belajar matematika tidak dapat terlepas dari kemampuan kognitif dan afektifnya. Begitu juga dengan kemampuan kognitif yang dipelajari siswa dalam belajar matematika tidak dapat terlepas dari kemampuan psikomotor dan afektifnya. Sebagai contoh, siswa dibina kompetensinya menyangkut kemampuan melukis jaring-jaring kubus. Kemampuan dalam melukis jaring-jaring kubus secara psikomotor dapat dilihat dari gerak tangan siswa dalam menggunakan peralatan (jangka dan penggaris) saat melukis. Namun untuk dapat melukis jaring-jaring kubus setidaknya diperlukan pengetahuan tentang bentuk jaring-jaring kubus dan cara melukis garis-garis tegak lurus, juga diperlukan sikap kehati-hatian dan ketekunan untuk memperoleh gambar yang tepat.

Secara teknis penilaian ranah psikomotor dapat dilakukan dengan lembar pengamatan seperti pada table berikut ini.

No.

Keterampilan yang Diukur

Tanggapan Guru

Simpulan

1.

2.

3.

4.

5.

Kualitas penyelesaian pekerjaan

Keterampilan menggunakan alat

Kemampuan menganalisis dan merencanakan prosedur kerja

Kemampuan mengambil keputusan

Kemampuan membaca, menggunakan diagram, gambar, dan simbol

Simpulan akhir

Tabel 2 Format Penilaian Psikomotor

BAB III

Penilaian Pembelajaran Matematika

3.1 Instrumen Penilaian Pembelajaran Matematika

a. Instrumen Penilaian Ranah Kognitif

Bentuk soal yang digunakan dalam penilaian ranah kognitif adalah soal obyektif, soal uraian, dan soal terbuka.

1. Soal Obyektif adalah soal yang sistem pemberian skornya obyektif. Artinya siapapun yang memeriksa lembar jawaban akan menghasilkan skor yang sama. Soal obyektif dapat berupa pilihan ganda, benar salah, dan menjodohkan

2. Soal Uraian adalah soal yang menuntut siswa untuk menggunakan respon atau menguraikan langkah untuk memperoleh jawaban atas soal.

3. Soal Terbuka adalah soal yang mempunyai lebih dari satu cara untuk memperoleh jawaban yang benar, dan menuntut siswa untuk menemukan jawaban itu beserta syarat khususnya.

b. Instrumen Penilaian Ranah Psikomotor

Penilaian terhadap kemampuan psikomotor siswa dalam belajar matematika dapat dilakukan dengan kombinasi penilaian dan pengamatan. Penilaian psikomotor berguna untuk mengukur keterampilan siswa melakukan kinerja tertentu. Penilaian psikomotor dapat berupa penilaian tertulis, penilaian identifikasi, penilaian simulasi, dan penilaian contoh kerja. Dalam kegiatan penilaian psikomotor, pengamatan berperan pada saat penilaian yang tidak tertulis.

c. Instrumen Penilaian Ranah Afektif

Komponen afektif yang penting untuk diukur yaitu :

1. Sikap siswa terhadap matematika yang menyangkut perbuatan, perasaan, pikiran siswa yang didasarkan pada pendapat atau keyakinan pribadi. Sikap siswa dalam belajar matematik dapat positif, negatif, atau netral.

2. Minat siswa terhadap pelajaran matematika berhubungan dengan keingintahuan, kecenderungan (hati) siswa yang tinggi, gairah atau keinginan terhadap pelajaran matematika.

3. Konsep diri siswa terhadap pelajaran matematika berhubungan dengan pandangan terhadap kemampuan diri dalam belajar matematika. Misalnya batas kemampuan diri, kemanfaatan belajar matematika, dan lain-lain.

Mengingat kemampuan kognitif dan psikomotor siswa tidak bisa lepas dari kemampuan afektifnya, maka soal-soal yang digunakan untuk menilai ketiga kemampuan tersebut dapat diintegrasikan. Perhatikan contoh soal di bawah ini :

Kompetensi Dasar :

Siswa dapat menghitung luas dan melukis segitiga sama kaki dan sama sisi dengan menggunakan jangka dan penggaris secara antusias dan teliti.

Contoh soal :

Hitung dan lukiskan sebuah segitiga sama kaki dan segitiga sama sisi dengan menggunakan jangka dan penggaris secara baik dan benar !

Maka aspek-aspek penilaian dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotornya seperti terdapat pada tabel di bawah ini.

Aspek Penilaian Kognitif

Aspek Penilaian

Psikomotor

Aspek Penilaian

Afektif

Kemampuan siswa dalam menghitung luas segi tiga sama kaki dan sama sisi

1. Cara memegang jangka dan penggaris

2. Penggunaan penggaris dalam fungsinya

3. Penggunaan jangka dalam fungsinya

4. Kebenaran gambar/lukisan

5. Kecermatan gambar/lukisan

6. Kerapian gambar/lukisan

1. Ketertarikan siswa terhadap materi

2. Antusiasme dalam mengerjakan soal

3. Ketelitan siswa dalam mengerjakan soal

4. Kecermatan dalam menggunakan alat

Tabel 2 Aspek Penilaian Pembelajaran Matematika

3.2 Penskoran pada Penilaian Pembelajaran Matematika

Langkah selanjutnya untuk mengukur kompetensi siswa adalah melalui penghitungan skor. Pada prinsipnya penetapan skor ini harus diusahakan agar dapat dilakukan secara obyektif. Pedoman pemberian skor merupakan petunjuk yang menjelaskan tentang batasan untuk melakukan penetapan skor terhadap suatu butir soal.

a. Penetapan Skor pada Penilaian Ranah Kognitif

Butir Soal

Penetapan Skor

Hitung dan lukiskan sebuah segitiga sama kaki dan segitiga sama sisi dengan menggunakan jangka dan penggaris secara baik dan benar !

b. Penetapan Skor pada Penilaian Ranah Psikomotor

Butir Soal

Penetapan Skor

Hitung dan lukiskan sebuah segitiga sama kaki dan segitiga sama sisi dengan menggunakan jangka dan penggaris secara baik dan benar !

Untuk setiap aspek yang dinilai :

Skor 5, bila dilakukan sangat tepat

Skor 4, bila dilakukan tepat

Skor 3, bila dilakukan agak tepat

Skor 2, bila dilakukan tidak tepat

Skor 1, bila dilakukan sangat tidak tepat

c. Penetapan Skor pada Penilaian Ranah Afektif

Butir Soal

Penetapan Skor

Hitung dan lukiskan sebuah segitiga sama kaki dan segitiga sama sisi dengan menggunakan jangka dan penggaris secara baik dan benar !

Contoh untuk aspek ketelitian siswa dalam mengerjakan soal :

Skor 5, bila siswa sangat sangat teliti dalam mengerjakan soal

Skor 4, bila siswa teliti dalam mengerjakan soal

Skor 3, bila siswa agak teliti dalam mengerjakan soal

Skor 2, bila siswa tidak teliti dalam mengerjakan soal

Skor 1, bila siswa sangat tidak teliti dalam mengerjakan soal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar